Selasa, 02 Februari 2016

PANGERAN DIPONEGORO

         
         Pangeran Diponegoro aslinya bernama Raden Mas Ontowiryo. Beliau dilahirkan di Yogyakarta tanggal 11 Nopember 1785. Beliau merupakan putra dari Pangeran Adipati Anom atau yang dikenal sebagai Humengku Buwono III. Selain itu, beliau juga mempunyai gelar "Sultan Abdul Hamid Herucokro Amirul Mukminin Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawi".

         Pangeran Diponegoro adalah seorang pahlawan yang terkenal gagah berani dan seorang ksatria sejati. Sejak mudanya beliau merasakan iba dan prihatin yang sangat dalam atas penderitaan bangsanya yang diakibatkan oleh penjajah Belanda. Di sisi lain, dia juga merasakan amarah bergolak dalam dadanya karena para orang kerajaan yang seharusnya melindungi rakyatnya, justru mengambil keuntungan dari penindasan tersebut karena kerja sama mereka dengan Pihak Belanda. 

         Waktu berlalu, Belanda merasa bebas melakukan dan membangun apa saja di tanah Jawa karena para penguasa sudah tunduk dalam perintah mereka. Suatu waktu, Belanda bermaksud membangun jalan yang akan memudahkan mobilisasi pasukan dan sumber daya alam yang berhasil dikeruknya. Dalam rangka pembangunan jalan tersebut, Belanda pun memasang patok-patok dan tiang-tiang pancang yang tidak saja menyerobot tanah rakyat, tetapi juga bangunan masjid dan wilayah Pemakaman Leluhur Pangeran Diponegoro.

         Pangeran Diponegoro pun merasa Belanda semakin kelewatan berbuat sewenang-wenang di tanah Jawa. Karenanya, iapun mencabut tiang-tiang dan patok-patok pembangunan tersebut bahkan menggantinya dengan tombak-tombak sebagai pernyataan perlawanan. Pihak Belanda malah marah dan menyerukan Patih Danurejo IV, anggota Kerajaan yang menjadi antek Belanda, untuk menyerbu kediaman Pangeran Diponegoro di Tegalrejo.

         Penyerbuan ini merupakan pemantik api Perang Jawa atau Perang Diponegoro. Sebuah perang besar yang berlangsung cukup lama dari 1825-1830 M. Penyerbuan ini gagal karena Pangeran Diponegoro berhasil menyelamatkan diri, keluarga, dan pengikutnya.

         Selama Perang Jawa, Pangeran Diponegoro berperang melawan penjajah dengan gagah berani. Semangatnya begitu kuat sehingga membangkitkan semangat banyak orang untuk ikut serta dalam perang tersebut. Sikap Kemanusiaannya terhadap penjajahan begitu jelas, sehingga para bangsawan dan priayipun ikut berperang melawannya. Tercatat ada 15 orang Pangeran berperang di sampingnya termasuk Kyai Mojo, Sentot Alibasya Prawirodirjo, Pangeran Suryo Mataram, dan Pangeran Pak-pak Serang.

         Dalam perang yang terkenal juga dengan Perang Sabil tersebut, karena perang tersebut merupakan perang mempertahankan wilayah orang Islam dari cengkraman kafir Belanda, Pangeran Diponegoro sulit dikalahkan. Belanda sudah mengerahkan seluruh strategi perangnya namun terus saja gagal. Begitu lamanya peperangan ini dan begitu kerasnya pertempuran yang terjadi sehingga perang ini merenggut 8.000 pasukan Belanda dan 7.000 pasukan pribumi. Pangeran Diponegoro berperang dengan cara bergerilya atau berpindah tempat.

         Di puncak peperangan, sekitar tahun 1827, bahkan Belanda sampai mengerahkan 23.000 pasukan dari seluruh Jawa untuk mengalahkan Pangeran Diponegoro tetapi tidak kunjung berhasil. 

         Karena seluruh taktik perangnya telah gagal, baik perang terbuka (open warfare) maupun perang gerilya (guerilla warfare), Belanda menggunakan siasat terakhir. Belandapun menggunakan siasat licik dengan pura-pura mengajak berunding. Peperangan telah berlangsung cukup lama dan memakan korban jiwa dan harta yang tidak terhitung lagi jumlahnya. Pangeran Diponegoro adalah seorang Ksatria yang memikirkan keselamatan orang lain termasuk pengikutnya. Karena itu, ketika Belanda mengajak berunding ia pun memenuhi ajakan tersebut. 

         Pada tanggal 1830 bertempat di desa Remo Kamal, diadakan pertemuan awal oleh Pangeran Diponegoro dengan De Clereens sebagai wakil Belanda. Di perundingan awal tersebut tercapai kesepakatan bahwa apabila di perundingan selanjutnya tidak tercapai kesepakatan Belanda tidak akan menangkap Pangeran Diponegoro.

         Tetapi Belanda mengingkari janji perundingan awal. Tanggal 23 Maret 1830 pada saat perundingan di Magelang, saat perundingan gagal dan tidak mencapai kesepakatan, tanpa malu Jenderal Hendrik de Kock menyergap dan menangkap Pangeran Diponegoro. Penangkapan Pangeran Diponegoro adalah kemenangan besar bagi Belanda. Karena dengan tertangkapnya Pangeran Diponegoro maka Perang besar di Tanah Jawa yang telah merenggut 8.000 pasukan Belanda tersebut dapat diselesaikan.

        Dari Magelang, Pangeran Diponegoro diasingkan ke Manado dan ditempatkan di Benteng Amsterdam Manado. Dalam memprihatinkan sebagai seorang tahanan beliau tetap tabah. Doanya tidak terputus dan air matanya tidak berhenti mengalir untuk Rakyat Indonesia yang menderita karena kerakusan bangsawan pengkhianat dan kekejaman penjajah Belanda. Empat tahun kemudian iapun dipindahkan ke Benteng Rotterdam di Makassar. Makassar pulalah yang akhirnya menjadi saksi bagi wafat dan dikebumikannya seorang Putera Besar Nusantara, yang berperang demi rakyatnya dan berjuang demi kesejahteraan mereka. Pangeran Diponegoro Wafat pada tanggal 08 Januari 1855 di Makassar.

         Untuk menghormati Kepahlawanannya, pemerintahpun menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.  087/TK/1973.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Previous Post

PPDB SDI Ummul Quro Tahun Pelajaran 2021-2022

Most Viewed